Senin, 24 Desember 2012

Kesempatan kedua.

Di tempat rebahku kini, kamu berpelangi. Selamat pagi, untukmu--entah untuk yang keberapa kali. Yang pasti, aku ingin kembali kepadamu, suatu hari nanti. Datang dan pergi. Begitulah masa lalu membiru-hitamkan tiap lembaran cerita dan kamu berada diantaranya, seperti pagi ini. Aku butuh tanganmu untuk menyeka air mata ini. Boleh aku pinjam selamanya? semoga kau izinkan. Haruskah saling tak acuh sementara rasa itu masih mengepakkan sayap keakuannya? inilah kesendirian paling getir. Bersatunya rasa tak berkunjung pada kebersamaan dan kepemilikan raga. Mengejar mimpi, berani berlari. Meraih harapan, berani berpeluh. Satu tarikan napas, berisikan salam rindu. Hangat ku kirimkan untukmu--seorang. Tiba-tiba saja, aku kembali ke pangkuan kesendirian. Rebah sejenak, mengistirahatkan pikiran dari sergapan huruf dan alinea. Tengadah membelakangi kenangan. "Hai, apa kabarmu?" Tolong, jangan buat aku percaya; kita mulai terbiasa bertukar rasa bisu, sepertinya. Setelah sekian lama bertukar rasa bisu, akankah kau menghapus ingatan tentangku? Lakukan, jika itu pilihanmu. Aku tak mengapa. Menunggumu. Satu hal yang paling membahagiakan dari menunggu. Kebenaran menjadi lebih rumit ketika kusadar perasaan itu begitu kokoh di tempatnya; berat pindah ke lain hati. Haruskah kita tidak acuh dan mengingkari rasa saling itu? sementara disetiap kedip mata, rindu membilas kekeringan rasa kita. Di sini, aku masih saja berharap bisa menunggumu. Tapi, entah kapan itu menjadi nyata, atau sebaiknya aku pergi saja dan membunuh semua tentangmu? hingga tak tersisa? tidak mungkin! Tanya bisu "Aku yang sepenuhnya telah berbuat sia-sia tanpa logika dan tepikan rasa, atau lebih karena mengingkari realita?". Sebesar inginku, sedalam harapku; bernaung kembali dalam payung mata beningmu. Sekali lagi, maukah kamu? Jika kau tanya mengapa aku begini, aku akan menjawab "Karena semua orang butuh kesempatan kedua; termasuk aku!" Berkaca pada cermin kebersamaan yang terajut. Aku, kamu dan kebahagiaan itu. Berkaca-kaca, mataku. Mungkinkah terulang? Tak mudah kata "kita" yang lahir atas nama cinta. Berbukit tawa-sedih melapisinya. Saat kita nyata, kenapa ingkar yang menyayatnya? lalu siapa dan dimana kita sekarang? Bolehkah aku mencintaimu dengan mata terbuka dan hati yang terluka? Kau bertanya "Siang seperti apa yang kau inginkan?" lalu aku menjawab diiringi rintikan hujan "Siang seperti saat pertama kali kau nyatakan cinta." Apa kabar hujan dan penyesalan? aku butuh kesempatan kedua untuk menghapus air matamu, untuk mengobati hati yang terluka. Akankah kesempatan itu memihakku? Jatuh cinta dan patah hati itu memang pasangan serasi. Ketika jatuh karena patah hati, cinta menautkannya kembali. Ketika jatuh dan patah, bersyukurlah kita masih punya cinta dan hati. Ketika kita tak punya cinta dan hati, bersiaplah untuk jatuh dan patah. Kamu memang tak bernama Januari. Tapi di dalam Januari ada namamu yang tinggal di baris pertama. Permisi, boleh menengok hatimu sekali lagi? kuingin memastikan aku masih menjadi nomor satu di luka penantianmu dan teruslah membumbung tinggi dengan harapan yang mengelopak bunga hingga getar keakuan itu mencium langit contamu. Aku menunggu. Belajar dari kesalahan dan menelan kegagalan bulat-bulat sebagai pelajaran. Belajar menerimamu sebagai masa lalu dan menjadikanmu sebagai teman saja. Jika kau izinkan, aku ingin meminta kesempatan kedua. Jika kau izinkan. 


With love&regret:)
          Hawa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar