Kamis, 20 Desember 2012

Ini sudah berakhir?

Tak butuh menjadi siapa atau apa aku di matamu. Ketika cinta jatuh telak di hatimu, aku adalah aku tanpa awalan atau akhiran. Ketika kamu jatuh telak di hatiku, kamu adalah kamu tanpa notasi berurutan; di hatiku. Bahkan, aku tak butuh menjadi siapa-siapa untuk cinta. Aku cukup ada untukmu, saja. Mampukah aku beranjak pergi, dengan semua tentangmu pelan-pelan membatu dan memberatkan langkahku? padahal aku tak bisa berlama-lama ada di sini. Padahal kau juga sudah lama tak ada di sini. Aku terpatung ketika kau beranjak menjauh. Tak peduli apakah ini cinta atau bukan. Aku hanya ingin menikmati luka-bahagia ini. Merangkumnya dalam tiap kalimat, huruf demi huruf. Dari awalnya hingga cinta bersimpuh pada keakuan hati, keyakinan itu ada; kau seperti yang terbaca dan disetiap abjadmu, kucetak bahagia. Sepertinya, bisu membuat rindu jadi makin berarti. Kamu adalah baris pertama dari setiap alinea yang di dalamnya selalu menyebut kata 'rindu'. Menjadikanmu selalu ada dan tetap dekat--meskipun hanya jauhmu yang kurengkuh. Masihku di sini--sendiri. Merunut bilur-bilur rindu yang tertinggal. Bertahan dalam bisu. Membiarkan rindu itu memungut indah dalam kesakitannya. Aku rela. Rindu dan kamu itu seperti angin. Tak bisa kulihat, tapi kurasakan kehangatan juga kegelisahannya. Karena kata hanya perantara, tak bisa seutuhnya. Biarkan rasa yang bicara dari kedalamannya, detik ini. Masih. Rindu ini, untukmu. Menjadi biasa itu luar biasa! Aku terbiasa bersamamu lalu tidak, itu sungguh menyiksa. Nyatanya, rumah hatimu adalah tumpukan rinduku. Aku tak pandai merangkai kata, namun aku harap kau mengerti kerinduan yang aku tulis di hatimu. Kita sebenarnya masih saling mencintai namun saling membisu. Aku mencintaimu yang sempat aku siasiakan. Kau mencintaiku yang sempat aku siasiakan. Tidak adakah kesempatan untuk memperbaiki semuanya? Hujan tak mampu menghapus jejakmu di setiap langkah hati ini. Belajar melupakanmu itu sungguh pekerjaan yang besar dan menguras perasaan. Andai saja akar ingatan itu tak kuat mencengkeram mungkin aku sudah terlepas dari semua ini. Bersama melipat hati, bersama memenjarakan kata. Itu yang kita pilih untuk menyudahi penyatuan dan genggaman kitapun terlepas di batas perpisahan. Dulu, ada satu keajaiban yang membangunkanku dari ruang hampa dan itu kamu. Apa mungkin akan hadir keajaiban kedua? Selain bahagia, apalagi yang bisa kureka-reka saat bersamamu? Selebihnya adalah damba untuk segera bisa mengulang kejadian itu. Di sudut kenangan, aku berhenti sejenak; membaui hening. Apakah semua yang tercatat di sini telah membeku? Mungkin. Tapi, apa yang kuingkari tak bisa berlari dari nyata; rindu dan kamu. Beri aku kesempatan! Dengan penuh harap mengharu, kutuliskan kata itu. Masihkah setiamu? lemah kusandarkan penantian di bahumu. Dada sendat. Ketika ribuan kata yang kumuntahkan tak bermutu di mulutmu. Hanya memekik di rongga kosong, lalu hilang arti. Silahkan pergi sesuka hati membawamu entah kemana.. entah kepada siapa.. asal kamu berjanji bisa berbahagia dengan pilihanmu. Aku mengais pilu dalam birunya rindu yang menusuk tanpa henti. Haruskah aku sudahi dengan pergi mengingkarimu? jika itu jalannya, aku ingin kamu berbahagia. Untuk mencintaimu (lagi) dalam mimpi saja, aku tak berani. Permisi, aku pergi. Di pelupuk matamu, luka sempat ku goreskan dan tangispun berguguran dari pipi pasiku. Enggan kutunggu lagi; dua bening matamu yang kini melengkungkan kesedihan di jejak kai-kaki. Sekali aku terantuk, terlemparku di pusaran penantian yang menceraiberaikan warasku. Saatnya menutup buku. Adalah, kita tak ada cerita lagi karena kebisuan yang kita buat sendiri. Cukup sampai disini! Sekian dan selamat tinggal.


With love&sorry:)
          Hawa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar