Kamis, 04 April 2013

Sisa hujan bulan desember

Apa yang ku saksikan dari hujan sore ini? adegan-adegan rindu yang menemani rintiknya saat kita menerjangnya berdua; dulu. Dalam kenangan itu rintiknya menorehkan luka, juga bahagia. Dalam hujan itu, tersimpang sosokmu. Lewat rintik yang menjadi perantara, aku mengadu pilu. Aku katakan pada hujan bahwa sebenarnya kita masih satu; dalam kenangan. Karena kamu masih menjadi penghuni hati yang tak bertuan, bisakah tau tetap tinggal? Hujan bisa saja reda, tapi maaf, rinduku tak kenal reda. Tetaplah dalam payung hujan. Karena disana, aku terbiasa menari bersamamu. Senjapun kini menepi--tak peduli. Ku coba menghapus bayangmu, ternyata itu sia-sia. Dalam kesendirian di senja yang menua, ditemani cerita masa lalu tentangmu; yang setia jadi sahabat sejati. Semoga kamu masih mengingatnya. Kamu yang telah mengajariku bagaimana menari dalam payung rintik hujan. Di bawah payung hujan itu ku cicipi tawa dan tangis juga mengeja bahagia berdua denganmu, inci demi inci. Tak peduli aku basah kuyup bersama bayangmu, aku tetap ingin menari dibawahnya. Tak usah menjadi senja jika kau berselimut kini masih dengan bisu yang memendungkan pagi. Bisikkan saja pada gerimis jika senjamu tiba, pastiku disana--untukmu. Setiap kali melihat hujan, selalu saja ingatanku tentangmu deras seketika. Begitu derasnya rindu ini membuatku basah kuyup. Hujan baru saja membisikkan: kamu baik-baik saja. Disini mengeja senja dan menghitung rintik hujan sisa bulan desember. Sedetik berlalu, melesat berat--tanpamu temaniku, sungguh. Senja, maaf jika harus air mata yang membasahi cantikmu. Maafkan aku. Cukup untuk hari ini. Berteman kesendirian, berselimut rintikan hujan, berhawa sunyi, berpayung senja, dan sepotong mimpi--tanpamu.

Dari serpihan masa lalumu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar