Kamis, 21 Maret 2013

Saatnya menutup buku.

Kemarin, kita bertemu dan berjanji; tetap setia menjaga rasa itu, tetap setia masuk dalam cinta tanpa harus menepikan logika, lalu hari ini kau mengingkarinya. Masih. Tak terlupa apalagi hilang, jejakmu terdakwa disini-- dalam cetak kenangan. Kaulah tempatku mengunyah sejarah cinta dan penantian. Bahagia juga luka. Berpuluh kali kita lewati jalan perpisahan ini, dan aku berhenti sejenak. Memutar kenangan indah-- kala itu, bersamamu. Mungkin lebih baik dengan melenyapkannya. Saling membenci dengan mengingkari nurani kita. Biarkan rasa itu hilang dalam kesenyapan masa dengan sendirinya. Seperti harapan itu, dulunya tidak ada! entah apa yang membuat aku dulu benar-benar mempercayai semua janji yang kau suguhkan untukku, nyatanya? sekarang semua benar-benar semu! kau mengingkari lalu lenyap. Belajar lagi mencintai kesendirian, tanpamu yang biasanya selalu ada disisiku. Kita punya masa lalu, tapi semuanya kembali lagi kepada kita bagaimana mengatasinya, seikat masa yang menakutkan. Di bawah hujan badai, nyala api penyatuan itu meredup dan padam. Masa lalu. Serpihan hatimu tertinggal dalam dompet kenangan. Hari ini juga, aku ingin membersihakan rindu ini dari rautmu, dan membakarnya serupa debu. Benarkah semua telah usai? bersama menutup buku, walaupun belum sampai pada bab akhir. Itu yang kita pilih untuk menyudahi penyatuan dan keakuan, genggaman kitapun terlepas di batas perpisahan. Berulang kali garis batas itu kita putuskan. Berulang kali juga kita pijak kembali di atas pengingkaran. Aku selalu berpikir, saat kamu putuskan garis batas perpisahan itulah titik. Ternyata, aku salah. Itu baru koma. Bersikukuh mengingkari, itulah kamu. Untuk mencintaimu (lagi) dalam mimpi saja, aku tak berani. Permisi, aku pergi. Di pelupuk mataku, luka sempat kau goreskan dan tangispun berguguran dari pipi pasiku. Aku ingin meng-abu-hitamkan masa lalu kita, namun kau warnai lagi dan lagi. Kau sudahi dengan pergi mengingkari, jika ini jalannya, aku ingin kau lebih bahagia dariku. Tanpa ditulispun, kenangan tetap serupa buku. Lembar demi lembarnya selalu terbuka tiap kali kita mengingatnya. Iya, kita. Kenangan itu ibaratkan bayangan. Hitam dan buramnya, dari dekat dan jauhnya, kita berjalan membuntut. Iya, kita. Esok, aku akan melihatmu menangis karena cintaku tidak lagi  untukmu. Maka, kalimatkan rindumu dengan kata sayang akan ku tolak. Jika memang harus berakhir, aku rela. Hanya, inginku akhiri semua ini dengan indah. Seperti kali pertama cinta menghunus ketulusan dalam damba tak bersyarat hingga jejak kita ditebas masa. Saatnya menutup buku. Adalah kita, tak ada cerita lagi. Cukup sampai di sini! Sekian, dan selamat tinggal.

1 komentar:

  1. there's still a loongg way to go with a lot of bus stop out there :)

    BalasHapus